Lantera Jiwa
Selamat Datang di Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Mantewe.
03 Februari, 2015
30 Oktober, 2014
Bebaskan Pemasungan
Sosialisasi Kesehatan Jiwa-Dinkes Tanah Bumbu |
Kemudian
di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab IX Pasal 144
– 151 tentang Kesehatan Jiwa. Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin
orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan,
tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Hal itu
disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dalam
sambutan yang dibacakan dr. Ratna Rosita, MPHM, Sekretaris Jenderal Kementerian
Kesehatan pada Pertemuan Lintas Sektor Dalam Mencapai Akses Kesehatan Jiwa dan
Menuju Indonesia Bebas Pasung tanggal 7 Oktober 2010. Peringatan Hari Kesehatan
Jiwa Sedunia 2010 ini mengambil tema “Mental health and long term illnesses :
the need for continued and integrated care” (Kesehatan jiwa dan penyakit kronis
: kebutuhan layanan sinambung dan terintegrasi ) sesuai dengan tema
Internasional dari World Federation for Mental Health(WMFH).
Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK),
terutama yang berat dan kronis seperti skizofrenia dan gangguan bipolar adalah
termasuk kelompok yang rentan mengalami pengabaian hak-haknya. WHO dalam
pernyataannya mengenai Kesehatan Jiwa, menyatakan bahwa, gangguan jiwa
mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku, kemampuan untuk melindungi
kepentingan dirinya dan kemampuan mereka untuk mengambil keputusan; seseorang
dengan gangguan jiwa berhadapan dengan stigma, diskriminasi dan marginalisasi.
Stigma menyebabkan mereka tidak mencari pengobatan yang sangat mereka butuhkan,
atau mereka akan mendapatkan pelayanan yang bermutu rendah; marginalisasi dan
diskriminasi juga meningkatkan risiko kekerasan pada hak-hak individu, hak politik,
ekonomi, sosial dan budaya.
Sekjen menyampaikan bahwa pemenuhan
kebutuhan ODMK yang di pasung dan terlantar, diperlukan upaya yang komprehensif
dari segala aspek: kesehatan, ekonomi, dan sosial. Upaya ini kita sebut Menuju
Indonesia Bebas Pasung. ”Upaya ini mengatur tentang Peran pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat. Peran serta masyarakat diharapkan mampu untuk
mengenali kasus-kasus gangguan jiwa di masyarakat, pemasungan yang ada di
lingkungan dan mendorong anggota masyarakat untuk berobat dan kontrol.
Pemerintah dan pemerintah daerah bukan hanya menemukan kasus-kasus pasung untuk
kemudian melepaskannya, tetapi juga harus memberikan edukasi pada masyarakat
untuk tidak melakukan pemasungan,” tegas Sekjen.
Puskesmas diberdayakan sehingga mampu
menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan jiwa serta juga harus menyediakan
pengobatan yang diperlukan. Rumah Sakit Umum harus menyediakan tempat tidur
sehingga bisa merawat ODMK yang memerlukan perawatan. Rumah Sakit Jiwa selain
sebagai pusat rujukan juga harus mampu menjadi pusat pembinaan kesehatan jiwa
bagi layanan kesehatan di wilayahnya.
Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa
dr. Irmansyah, SpKJ(K) menyampaikan pertemuan Lintas Sektor dalam Mencapai
Akses Kesehatan Jiwa dan Menuju Indonesia Bebas Pasung ini merupakan salah satu
kegiatan dalam rangkaian kegiatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2010. Kegiatan
lain berkaitan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2010 ini diantaranya Pameran
Lukisan Hasil Karya para ODMK yang diselenggarakan tanggal 7 – 11 Oktober 2010
kemudian peluncuran Hotline Service Kesehatan Jiwa dengan nomor panggil 500 454
sekaligus Puncak Acara yang akan dilaksanakan di Lapangan Monas pada tanggal 10
Oktober 2010. Humas
re-write by. Xander
SejAraH
Pada zaman dahulu, ada suatu
keyakinan bahwa setiap penyakit menunjukan ketidaksenangan dewa dan merupakan
hukuman atas dosa dan perbuatan yang salah. Penderita gangguan jiwa dipandang
jahat atau baik tergantung pada perilakunya. Individu yang baik disembah dan
dipuja, individu yang jahat diasingkan, dihukum, dan kadang kala dibakar di
tiang pembakaran. Setelah itu, Aristoteles (382-322 SM) mencoba menghubungkan
gangguan jiwa dengan gangguan fisik dan mengembangkan teorinya bahwa emosi
dikendalikan oleh jumlah darah, air, empedu kuning dan hitam dalam tubuh.
Keempat zat atau cairan tersebut berhubungan dengan emosi gembira, tenang,
marah, dan sedih. Ketidakseimbangan empat cairan tersebut diyakini menyebabkan
gangguan jiwa sehingga terapi ditujukan pada upaya mengembalikan keseimbangan
dengan kurban persembahan, puasa, dan menyucikan diri.
Pada masa awal kristiani (1-10000 M)
keyakinan dan tahayul primitif kuat. Setan sekali lagi dianggap penyebab
penyakit dan individu yang terganggu jiwanya dianggap kerasukan setan.
Penderita berupaya mengusir setan dari individu yang kerasukan. Apabila gagal,
tindakan yang lebih berat dilakukan, seperti mengurung di kamar bawah tanah,
mencambuk, membiarkan lapar, dan terapi brutal lain.
Selama zaman renaisans (1300-1600),
penderita gangguan jiwa dibedakan dari penjahat di Inggris. Mereka yang
dianggap tidak berbahaya dibiarkan berkeliaran keluar kota atau tinggal di
masyarakat pedesaan, tetapi individu yang lebih “tidak waras dan berbahaya“
tetap di penjarakan, dirantai, dan dibiarkan lapar (Rosenblatt, 1984). Pada
tahun 1547, Rumah Sakit St. Mary Bethlehem secara resmi dinyatakan
sebagai Rumah Sakit untuk penderita gangguan jiwa, yang merupakan rumah sakit
pertama jenis ini. Pada tahun 1775, pengunjung di institusi tersebut dibebankan
biaya untuk dapat melihat dan mengejek penghuninya, yang dipandang sebagai
hewan makhluk yang lebih rendah dari manusia (McMilland, 1997). Selama periode
yang sama di koloni-koloni Amerika Serikat, pada waktu berikutnya, penderita gangguan
jiwa dianggap jahat atau kerasukan setan dan dihukum. Tindakan memfitnah
dilakukan dan individu yang bersalah dibakar di tiang pembakaran.
Gangguan jiwa pada abad ke-21
Department of Health and Human
Services (1999) memperkirakan 21 juta
penduduk Amerika dapat didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Dari jumlah
tersebut, 6,5 juta mengalami disabilitas akibat gangguan jiwa yang berat, dan 4
juta diantaranya adalah anak-anak dan remaja. Misalnya, 3% sampai 5% anak usia
sekolah mengalami gangguan hiperaktivitas / defisit perhatian. Lebih dari 10
juta anak berusia kurang dari 7 tahun tumbuh di rumah yang salah satu orang
tuanya menderita gangguan jiwa yang signifikan atau menyalahgunakan zat
sehingga menghambat kesiapan mereka untuk masuk sekolah.
Beberapa ahli berpendapat bahwa deinstitutionalization
memiliki efek negatif sekaligus positif (Torrey, 1997). Walawpun jumlah tempat
tidur di Rumah Sakit umum menurun sebesar 80%, ada peningkatan jumlah pasien
yang masuk Rumah Sakit sebesar 90% (Appleby & Desai, 1993). Hal ini
memunculkan istilah “efek pintu putar”. Penderita gangguan jiwa persisten dan
berat dirawat dalam waktu singkat, tetapi frekuensi mereka masuk rumah sakit
lebih tinggi. Unit psikiatri rumah sakit umum kewalahan dengan arus kontinu
pasien yang masuk dan keluar rumah sakit dengan cepat. Jumlah kunjungan
individu yang mengalami gangguan akut ke ruang kedaruratan meningkat 400%
sampai 500% di beberapa kota.
Banyak ahli berpendapat bahwa pasien
saat ini lebih agresif. Empat sampai delapan persen pasien di ruang kedaruratan
psikiatri membawa senjata (Ries, 1997), dan sekitar 1000 pembunuhan dalam
setahun dilakukan oleh penderita gangguan jiwa persisten dan berat yang tidak
mendapatkan perawatan yang adekuat (Torrey, 1997). Sepuluh sampai lima belas persen
pesakitan di penjara pemerintah menderita gannguan jiwa persisten dan berat
(Lamb & Weinberger, 1998).
Tunawisma merupakan masalah utama di
amerika serikat sampai saat ini. Departement of Healt and Human Services
(1999) memeperkirakan bahwa 750.000 individu tinggal dan tidur di jalan.
Perkiraan prevalensi gangguan jiwa diantara populasi tunawisma adalah 25 %
sampai 50 % tunawisma dewasa menagalami psikosis dan 33 % sampai 50 % mengalami
masalah penyalahgunaan zat (Haugland et al; 1997). Mereka yang tunawisma dan
mengalami gangguan jiwa ditemukan di taman, bandara, terminal bis, gang, dan
lorong bertangga, penjara, dan tempat umum lain. Beberapa dari mereka
menggunakan tempat penampungan, halfway house atau board and care
room, yang lain menyewa kamar hotel yang murah jika mereka mampu (Haugland
et al; 1997). Banyak penderita gangguan jiwa yang tinggal di jalan semakin
memburuk masalah kejiwaannya akibat tidak memiliki rumah sehingga hal ini
menjadi sebuah lingkaran setan.
Banyak masalah yang dialami penderita
gangguan jiwa yang tunwisma dan mereka yang melewati pintu kutar perawatan
pisikiatri, disebabkan oleh dana masyarakat yang tidak adekuat. Ketika rumah
sakit pemerintahan di tutup dana yang disimpan negara tidak di transfer ke
program dan dukungan masyarakat. Terapi pisikiatri rawat inap masih merupakan
pos pengeluaran utama dalam bidang kesehatan jiwa di amerika serikat sehingga
kesehatan jiwa masyarakat tidak pernah memiliki dana pokok yang dibutuhkan
untuk menjadi efektif (Keltner Schwecke, & Bostrom, 1999).
Pada tahun 1993, Acces to
Community Care and Ef-fective Services and Support (ACCESS) dibentuk dan
didanai oleh pemerintah pederal untuk mulai memenuhi kebutuhan penderita
gangguan jiwa yang juga tunawisma baik secara purna maupun paru waktu. Tujuan
ACCESS ialah meningkatkn akses kepelayanan komprehensif melalui rangkaian
keperawatan mengurangi duplikasi dan biaya pelayanan, dan meningkatkan
efisiensi pelayanan (Randolph at al ; 1997) program seperti ini memberi
pelayanan kepada individu yang tidak mendapatkan pelayanan jika keadaan yang
terjadi sebaliknya.
ILMU
KEPERAWATAN JIWA
A. SEJARAH PSICHIATRI
1773
: Custodial Care (tidak oleh tenaga kesehatan)
1882
: Primary Consistend of Custodial Care
1920-1945 : Care Fokus pada disease
(model Curative Care)
1950-1960 :
- Pelayanan mulai berfokus pada klien
- Psychotropic – menggantikan – Restrains – and Seclusion
- Deinstitutionalization dimulai
- Mulai penekanan pada therapethic relationship
- Mayor fokus pada primary preventive
1970-1980 :
- Fokus pada community based care / service
- Riset & Tecnologi
1990-2000 :
Fokus pada preventif, community
based service, primary preventive using various approaches, such as mental
health center, particai, hospital service, day care center, home health and
hospice care.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN DAN
UPAYA KESEHATAN JIWA DI INDONESIA
Dulu Kala
Gangguan jiwa dianggap kemasukan.
Terapi : mengeluarkan roh jahat
Zaman Kolonial
Sebelum ada RSJ, pasien ditampung di
RSU – yang ditampung, hanya yg mengalami gangguan Jiwa berat.
1 Juli :
- 1882 : RSJ pertama di
Indonesia
- 1902 : RSJ Lawang
- 1923 : RSJ Magelang
- 1927 : RSJ Sabang diRS
ini jauh dari perkotaan
- Perawat pasien bersifat isolasi & penjagaan (custodial care)
- Stigma
- Keluarga menjauhkan diri dari pasien
- Dewasa Ini hanya satu jenis RSJ yaitu RSJ punya pemerintah
- Sejak tahun 1910 – mulai dicoba hindari costodial care (penjagaan ketat) & restraints (pengikatan)
- Mulai tahun 1930 – dimulai terapi kerja seperti menggarap lahan pertanian
- Selama Perang Dunia II & pendudukan jepang – upaya kesehatan jiwa tak berkembang
- Proklamasi – perkembangan baru
- Oktober 1947 pemerintah membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa ( belum bekerja dengan baik)
- Tahun 1950 pemerintah memperingatkan Jawatan Urusan Penyakit Jiwa – meningkatkan penyelenggaraan pelayanan
Tahun 1966
- PUPJ Direktorat Kesehatan Jiwa
- UU Kesehatan Jiwa No.3 thn 1966 ditetapkan oleh pemerintah
- Adanya Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Penyakit Jiwa ( BKR-PPJ) Dgn instansi diluar bidang kesehatan
Tahun 1973 – PPDGJ I yg diterbitkan tahun 1975 ada integrasi dgn
puskesmas
Sejak tahun 1970 an : pihak swastapun mulai memikirkan masalah kes. Jiwa
Ilmu kedokteran Jiwa berkembang
- Adanya sub spesialisasi seperti kedokteran jiwa masyarakat, Psikiatri Klinik, kedokteran Jiwa Usila dan Kedokteran Jiwa Kehakiman
- Setiap sub Direktorat dipimpin oleh 4 kepala seksi
Program Kes. Jiwa Nasional dibagi
dalam 3 sub Program yang diputuskan pada masyarakat dengan prioritas pada Heath
Promotion
- Sub Prgoram Perbaikan Pelayanan :
ü Fokus Psychiatic – medical – Care
ü Penekanan pada curative service (
treatment) dan rehabilitasi
- Sub Program untuk pengembangan sistem
ü Fokus pada peningkatan IPTEK,
Continuing education, research administrasi dan manajemen, mental health
information
- Sub Program untuk establishment community mental health :
ü Diseminasi Ilmu
ü Fasilitasi RSJ swasta – perijinan
ü Stimulasi konstruksi RSJ swasta
ü Kerja sama dgn luarg negeri :
ASEAN, ASOD, COD, WHO dan AUSAID, etc
re-present by.Xander
taken from:
Kesehatan Kejiwaan
Kesehatan Jiwa merupajan suatu kondisi
sehat, emosional, psikologis, dan sosiologi yang terlihat dari hubungan
interpersonal yang memuaskan, perilaku dan kooping yang efektif, konsep diri
yang positif dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa memiliki banyak komponen
dan di pengaruhi oleh berbagai faktor (Johnson, 1997).
A mind that grows and adjust, is in
control and is free of stress.
Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan
keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius
(Rosdahl, 1999).
Sikap yang positif terhadap diri
sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan
diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan, dan kecakapan dalam beradaptasi
dengan lingkungan (Yahoda dalam Stuart dan Laraia, 1998).
Suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Undang-Undang No. 3 Tahun
1966).
Suatu kondisi fisik, intelektual, dan
emosional secara optimal dari seseorang serta perkembangan ini berjalan selaras
dengan orang lain (Undang-Undang Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996).
Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan
hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa melainkan mengandung berbagai karakteristik
yang bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan
yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.
Menurut K. Maslow, kesehatan jiwa
adalah kondisi yang memungkinkan seseorang berkembang secara optimal baik
fisik, emosional, dan intelegensi dan berjalan selaras dan serasi dengan orang
lain.
Keperawatan jiwa adalah area khusus
dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai
dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental
masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).
Pengertian Keperawatan Jiwa
Menurut Suliswati dkk (2005)
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan professional berdasarkan ilmu
perilaku.
Keperawatan jiwa adalah proses
interpersonal yang berupaya untuk menigkatkan dan mempertahankan perilaku yang
mengkontribusi pada fungsi yang terintegrasi (Struat, sunden 1995).
Keperawatan jiwa menurut Kozier
(1991) adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang sistematis dan
rasional.
Keperawatan jiwa adalah pelayanan
keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa
pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang
maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan
diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik dan
terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas).
Keperawatan jiwa adalah proses
interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku
sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.
Peran dan Fungsi Perawat Jiwa
Suatu bidang spesialisasi praktik
keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya.
Praktik kontemporer keperawatan jiwa
terjadi dalam konteks social dan lingkungan.Peran keperawatan psikiatri
professional telah berkembang secara kompleks dari elemen-elemen histori
aslinya. Keperawatan psikiatri sering mencakup parameter kompetensi klinik,
advokasi pasien, tanggung jawab fiscal, kolaborasi professional, akuntabilitas
(tanggung gugat) social, dan kewajiban etik dan legal.
Pusat pelayanan kesehatan mental
secara resmi mengakui keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik sebagai salah
satu dari 5 inti disiplin kesehatan mental.Perawat jiwa menggunakan pengetahuan
dari ilmu-ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan perilaku
manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja teoritik yang menjadi landasan
praktik keperawatan.
Tingkat Kinerja
Empat factor uatama yang membantu
untuk menentukan tingkat fungsi dan jenis aktivitas yang melibatkan perawat
jiwa:
- Legislasi praktik perawat
- Kualifikasi perawat,termasuk pendidikan, pengalaman kerja, dan status sertifikasi
- Tatanan praktik perawat
- Tingkat kompetensi personal dan inisiatif perawat
Tingkat Pencegahan
Intervensi keperawatan jiwa lebih
jauh mencakup 3 area aktivitas: pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
- Pencegahan primer
Suatu konsep komunitas termasuk
menurunkan insiden penyakit dalam komunitas dengan mengubah factor penyebab
sebelum hal tersebut membahayakan.Pencegahan primer mendahului penyakit dan
diterpakan pada populasi yang umumnya sehat.Pencegahan iini trermasuk
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
- Pencegahan sekunder
Mencakup reduksi penyakit aktual dengan
deteksi dini dan penanganan masalah kesehatan.
- Pencegahan Tertier
Mencakup penurunan gangguan atau
kecacatan yyang diakibatkan oleh penyakit.
Rentang asuhan
Tatanan tradisional dari perawat
jiwa mencakup fasilitas psikiatri, pusat kesehatan mental masyarakat, unit
psikiatri dirumah sakit umum, fasilitas-fasilitas tempat tinggal, dan praktik
pribadi.Dengan diprakarsai bentuk baru pelayanan kesehatan, timbul suatu
tatanan penanganan alternative sepanjang rentang asuhan bagi perawat jiwa.
Tatanan tesebut meliputi pelayanan dirumah, program rawat inap parsial,
pusat-pusat penitipan, panti asuhan atau rumah kelompok,hospices,
asososiasi perawat kunjungan, unit ke daruratan, klinik pelayanan utama,
sekolah, penjara, industry, fasilitas pengelolaan perawat, dan organisasi
pemeliharaan kesehatan
Asuhan yang Kompeten
Ada 3 domain praktik keperawatan
jiwa kontemporer-aktivitas asuhan langsung, komunikasi, dan
penatalaksanaan.Didalam domain praktik yang tumpang tindih ini, diperlihatkan
fungsi peran pendidik, pengkoordinasian, pendelegasian, dan pengkolaborasian.
Adalah memungkinkan untuk lebih jauh
menguraikan berbagai aktivitas yang melibatkan perawat jiwa didalam ke 3 domain
ini.Kotak 1-1 menyajikan daftar kisaran aktivitas keperawatan spesipik yang
dapat dilakukan oleh perawat jiwa pada tiap area.Meskipun tidak semua perawat
berperan serta dalam semua aktivitas, namun mereka tetap mencerminkan sifat dan
lingkup terbaru dari asuhan yang kompeten oleh perawat jiwa. Selain itu,
perawat jiwa mampu untuk melakukan hal-hal berikut ini:
- Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap budaya
Kotak
1-1
Aktivitas
Keperawatan Jiwa
Aktivitas asuhan langsung
AdvokasiTindak lanjut setelah
perawatan
Penanggulangan prilaku
Konsulltasi kasus
Pengelolaan kasus
Penanggulangan kognitif
Penyuluhan komunitas
Konseling kompliens
Intervensi krisis
Perencanaan pulang
Intervensi keluarga
Kerja kelompok
Peningkatan kesehatan
Penyuluhan kesehatan
Pengkajian resiko tinggi
Kunjungan rumah
Konseling individu
Skrining dan evaluasi masukan
Pemberian pengobatan
Penatalaksanaan pengobatan
|
Peningkatan kesehatan
mentalPernak-pernik terapy
Konseling nutrisi
Mendapatkan persetujuan penelitian
Penyuluhan orang tua
Triase pasien
Pengkajian fisik
Penanganan psikologis
Terapi bermain
Obat-obatan yang diresepkan
Memberikan keamanan lingkungan
Pengkajiian psikososial
Resiko terapi
Pencegahan kekambuhan
Implementasi penelitian
Aktivitas perawatan diri
Pelatihan keterampilan social
Penanganan somatik
Penatalaksanaan stress
|
Aktivitas komunikasi
Konferensi kasus
klinikMengembangkanrencana penanggulangan
Dokumentasi asuhan
Kesaksian forensic
Hubungan antaragen
Umpan balik sejawat
Menyiapkan laporan
Jaringan kerja perawat
professional
Pertemuan staf
Penulisan order
Pertemuan tim
Laporan verbal tentang asuhan
|
Delegasi penugasanPenulisan
jaminan
Pemasaran dan hubungan masyarakat
Mediasi dan resolusi konflik
Pengkajian kebutuhan dan
perakiraan kebutuhan
Penguasaan organisasi
Penatalaksanaan hasil
Evaluasi kinerja
Perencanaan program
Pengembangan kebijakan prosedur
Prensentasi professional
Evaluasi program
Publikasi
Aktifitas peningkatan kualitas
|
Aktifitas penatalaksanaan
Alokasi sumber dan
anggaranPenyelia klinik
Kolaborasi
Peran serta komite
Tindakan komunitas
Hubungan konsultasi
Negosiasi kontrak
Koordinasi pelayanan
|
Aktifitas rekrutmen dan
retensiAktifitas badan legislasi
Penatalaksanaan resiko
Pengembangan perangkat lunak
Penjadwalan tetap
Penyuluhan staf dan peserta didik
Perencanaan strategic
Penguasaan unit
Umpan balik pendayagunaan
|
- Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan keluarga dengan masalah kesehatan yang komplek dan kondisi yang dapat menimbulkan sakit.
- Berperan serta dalam aktifitas pengelolaan kasus, seperti mengorganisasi, mengkaji, negosisasi, koordinasi dan mengintegrasikan pelayanan serta perbaikan bagi individu maupun keluarga.
- Memberikan pedoman pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, dan kelompok untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental termasuk pemberian pelayanan terkait, teknologi, dan system social yang paling tepat.
- Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.
- Memberikan asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit fisik dengan masalah psikologi dan penyakit jiwa dengan masalah penyakit fisik.
- Mengelola dan megkoordinasi system pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga, staff dan pembuatan kebijakan.
Evaluasi Hasil
Perawat jiwa harus mampu
mengidentifikasi, menguraikan, dan mengukur hasil asuhan yang mereka berikan
pada pasien, keluarga dan komunitas.
Hasil adalah semua hal yang terjadi
pada pasien dan keluarga ketika mereka berada dalam system pelayanan
kesehatan.Hasil tersebut dapat meliputi status kesehatan, status fungsional,
kualitas kehidupan, ada atau tidaknya penyakit, jenis respon koping, dan
kepuasan terhadap tindakan penanggulangan.
Evaluasi hasil dapat berfokus pada
klinik, intervensi, atau proses pemberian asuhan. Berbagai hasil yang dapat di
evaluasi mencakup indicator-indikator klinik, fungsional, financial, dan
perseptual tergantung pada pemberian asuhan keperawatan jiwa sebagaimana yang
terdapat pada kotak 1-2.
Evaluasi hasil aktifitas keperawatan
jiwa secara kritis merupakan tugas perawat jiwa apapun peran, kualifikasi, atau
tatanan prakteknya.Praktisi perawat jiwa, pendidik, administrator, dan peneliti
semuanya harus bertanggung jawab untuk menjawab setiap pertanyaan.Apa perbedaan
dari seorang perawat jiwa.
Kotak
1-2
Kategori
tentang indikator-indikator hasil
Indikator hasil klinik
Perilaku berisiko tinggi
Simptomatologi
Respons koping
Kekambuhan
Kejadiaan berulang
Masuk kembali dirumah sakit
Jumlah episode penanggulangan
Komplikasi medis
Laporan insidens
Mortalitas
Indikator hasil fungsional
Status fungsional
Interaksi social
Aktivitas hidup sehari-hari
Kemampuan okupasional
Kualitas hidup
Hubungan keluarga
Penataan rumah
Indicator hasil persepsepsual
kepuasanpasien keluarga
Hasil
Pemberi pelayanan
System pelayanan
Pelayanan yang diterima
Organisasi
Indicator hasil finansial
Biaya per episode penanggulangan
Pajak tiap episode penanggulangan
Lama masa rawat ianp
Penggunaan sumber pelayanan
kesehatan
Biaya yang berhubungan dengan
kecacatan
|
Peran Perawat Kesehatan Jiwa
Menurut Weiss (1947) yang di
kutip oleh Struart Sundeen dalam Principle and Practice of Psychiatric Nursing
Care (1995), peran perawat adalah sebagai Attitude Therapy, yakni:
- Mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada klien.
- Mendemonstrasikan penerimaan.
- Respek
- Memahami klien.
- Mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi
Sedangkan Menurut Peplau, peran
perawat meliputi:
- Sebagai pendidik
- Sebagai pemimpin didalam situasi yang bersifat local, nasional, dan internasional
- Sebagai “surrogate parent”
- Sebagai konselor
Dan sebagai tambahan dari peran
perawat adalah:
- Bekerja sama dengan lembaga kesehatan mental
- Konsultasi dengan yayasan kesejahteraan
- Memberikan pelayanan kepada klien di luar klinik
- Aktif melakukan penelitian.
- Membantu pendidikan masyarakat.
Rentang sehat jiwa
- Dinamis bukan titik statis
- Rentang di mulai dari sehat optimal-mati
- Ada tahap-tahap
- Adanya pariasi tiap individu
- Menggambarkan kemampuan adaptasi
- Berfungsi secara efektif: sehat
Re-present by.Xander
Taken from:
Nasir, Abdul. 2011. Dasar-Dasar
Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika
Stuart, Gail Wiscars. 1998. Buku
Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
29 Oktober, 2014
Pengantar
Kesehatan jiwa adalah milik semua orang.
Kita semua pernah punya saat-saat dimana kita merasa tidak nyaman seperti
perasaan “down” atau depresi atau stres atau cemas atau takut dan lain-lain.
Sebagian besar dapat berlalu dengan berjalannya waktu, tetapi kadang-kadang
perasaan ini dapat berkembang menjadi masalah yang lebih serius dan kondisi ini
bisa terjadi pada setiap orang, dimanapun, kapanpun…
"Hallo, apa kabar?"
"Aku senang hari ini. Bagaimana
dengan Kamu?"
"Saya sedikit sebel karena
rasanya sesuatu yang saya lakukan salah melulu."
Percakapan diatas adalah sebuah gambaran tentang kesehatan
jiwa anda. Kesehatan Jiwa adalah cara Anda berpikir, merasakan serta kemampuan
Anda untuk menghadapi situasi kehidupan yang berdinamika. Menjadi orang yang
sehat jiwanya, tidak berarti Anda tidak punya masalah kesehatan jiwa. Jika Anda
dalam kondisi kesehatan jiwa yang baik, maka Anda akan dapat:
- memanfaatkan potensi diri terbaik yang Anda miliki;
- mampu menghadapi masalah kehidupan, dan
- bisa berperan penuh di dalam keluarga, tempat kerja, masyarakat dan di antara teman-teman Anda.
Tidak sedikit orang menyebut kesehatan jiwa adalah
'kesehatan emosional' atau “perasaan sejahtera” dan itu sama pentingnya dengan
kesehatan fisik yang baik.
Kooping setiap individu berbeda. Ada yang dapat bangkit
kembali dari perasaan tidak nyaman ini, tapi pada yang lain mungkin akan merasa
terbebani untuk waktu yang lama.
Kesehatan jiwa Anda tidak selalu harus tetap sama, tapi
kesehatan jiwa anda dapat berubah karena perubahan keadaan di lingkungan anda
dan juga saat Anda melalui berbagai tahapan dalam kehidupan Anda.
Ada stigma yang melekat terhadap masalah
kesehatan jiwa, sehingga banyak orang bahkan tidak merasa nyaman berbicara
tentang perasaan mereka. Tapi ketahuilah, bahwa mengetahui dan mengatakan
bagaimana perasaan Anda akan membuat Anda merasa lebih baik.
Langganan:
Postingan (Atom)